Merealisasikan Kesejahteraan Ekonomi Umat
Soritua Ahmad Ramdani Harahap
Merealisasikan Kesejahteraan Ekonomi Umat
Tanda kebangkitan ekonomi umat islam kembali
mengemuka. Diakui maupun tidak, Islam adalah agama yang
sempurna yang memuat berbagai persoalan kehidupan manusia, baik diungkapkan
secara global maupun secara terperinci. Secara substantif ajaran Islam yang
diturunkan Allah swt. kepada Rasulullah saw terbagi kepada tiga pilihan, yakni
akidah, syariah dan akhlaq. Ajaran Islam yang mengatur prilaku manusia, baik
kaitannya sebagai makhluk dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama
makhluk, dalam ranah fiqih atau ushul fiqih disebut dengan syariah. Sesuai
dengan aspek yang diaturnya, syariah ini terbagi kepada dua, yakni ibadah dan
muamalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhannya, sedangkan muamalah adalah syariah yang mengatur hubungan antar sesama
manusia.
Pada gilirannya, kegiatan ekonomi sebagai
salah satu bentuk dari hubungan antar sesama manusia, ia bukan merupakan bagian
dari akidah, ibadah dan akhlak, melainkan bagian integrasi dari muamalah. Namun
demikian, masalah ekonomi tidak lepas sama sekali dari aspek akidah, ibadah,
maupun akhlak, sebab menurut perspfektif
Islam perilaku ekonomi harus selalu dihiasi oleh nilai-nilai akidah,
ibadah dan akhlak. Dalam bagian yang sangat komperensif, Islam telah
menerangkan tentang aturan kegiatan ekonomi, termasuk elemen-elemen di dalamnya
seperti produksi, distribusi, dan konsumsi. Ungkapan ini merupakan pernyataan
yang melegitimasi bahwa Islam dengan Al-Qur’annya telah mengatur sistem ekonomi
yang sangat sempurna. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam mampu mengimbangi
perkembangan sistem ekonomi yang berlaku di kalangan umat manusia.
Dalam perkembangan dewasa ini, ada dua sistem
ekonomi yang paling berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan
sistem ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi Kapitalis adalah suatu sistem ekonomi
yang mengizinkan dimilikinya alat-alat produksi oleh pihak swasta, sedangkan
sistem ekonomi Sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi di mana
pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi, hingga
demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang dihapuskan sama
sekali.
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas,
Islam menerapkan sistem ekonominya dengan mempergunakan moral dan hukum bersama
untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan
prioritas, Islam meneguhkan konsep keseimbangan antara kepentingan individu
(khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada Al-quran dan
sunnah. Berdasarkan ini semua, dapat dipahami bahwa ekonomi menurut Islam
merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an
dan sunnah, dan merupakan bangunan yang didirikan di atas landasan-landasan
tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. Sehubungan dengan hal
tersebut, Al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum Islam memegang peranan
penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian menurut Islam.
Selain itu, ekonomi menurut Islam memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya
dari sistem ekonomi hasil penemuan manusia. Di antara ciri-ciri tersebut
adalah, bahwa ekonomi merupakan bagian dari sistem Islam secara integral, dan
ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum, seiring dengan itu Islam juga memberikan kebebasan kepada
individu dalam berekonomi. Dalam upaya menyempurnakan pengakuan Islam terhadap
kebebasan ekonomi, Islam telah memberikan wewenang kepada negara untuk ikut
campur dalam fungsionalisasi sistem ekonomi Islam.
Dapat dipahami bahwa pengakuan Islam akan
kebebasan ekonomi dengan menentukan ikatan-ikatan adalah bertujuan untuk
merealisasikan dua hal. Pertama, agar kegiatan ekonomi berjalan sesuai
dengan ketentuan yang termuat dalam syariat Islam. Kedua, terjaminnya
hak negara dalam ikut campur baik untuk mengawasi kegiatan ekonomi terhadap
individu maupun untuk mengatur atau melaksanakan berbagai macam kegiatan
ekonomi yang tidak mampu ditangani oleh individu atau tidak mampu untuk
mengeksploitasinya dengan baik.
Ada banyak penjelasan yang membahas
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan masalah ekonomi dalam Islam. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa aturan Islam tentang ekonomi termasuk aturan yang
sempurna dan lengkap. Oleh karena itu, pengaplikasian sistem ekonomi Islam
dalam tatanan perekonomian umat kemungkinan besar akan lebih membawa kepada
kesejahteraan dan kemaslahatan untuk umat itu sendiri.
Pada hakikatnya, politik pengembangan ekonomi
dalam Islam itu berarti bahwa perhatian terhadap bidang ekonomi merupakan
bagian dari politik syariah dan apa yang menjadi tuntutannya tentang
pemeliharaan sumber-sumber ekonomi dan contoh pengembangannya, meningkatkan
kemampuan produksi dengan mengembangkan seni dan metodenya, dan hal-hal lain
yang menjadi keharusan dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi umat,
memenuhi kebutuhan yang mendasar, dan memerangi kemiskinan.
Agar pengembangan ekonomi dalam melaksanakan
peranannya dalam merealisasikan tujuan syariah, maka seyogyanya memiliki
beberapa kriteria, yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut, Pertama,
pengembangan dalam ekonomi tidak akan dapat merealisasikan tujuannya jika terpisahkan
dari sisi-sisi lain. Kedua, sesungguhnya merealisasikan kesejahteraan
dan meningkatkan tingkat penghidupan umat adalah tuntutan dalam syariah. Ketiga,
seyogyanya pengembangan ekonomi dalam Islam mencakup semua rakyat negara dan
wilayahnya berdasarkan asas keterpaduan dan keseimbangan sesuai garis-garis
perekonomian yang saling berkaitan dari sisi tujuan dan cara. Keempat, pengembangan
ekonomi dalam Islam adalah suatu kewajiban syariah dan ibadah yang mendekatkan
seorang muslim kepada Allah jika dilakukannya dengan ikhlas karena-Nya. Kelima,
Sesungguhnya berbagai upaya pengembangan ekonomi pada masa Umar Radiyallahu
Anhu terfokuskan pada penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar
bagi individu masyarakat.
Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang
strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan
masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya, adalah zakat. Zakat merupakan sumber
utama dalam pemerintahan negara Islam pada periode klasik serta negara-negara
Islam pada umumnya adalah zakat, yang notabene merupakan salah satu dari rukun
Islam. Namun zakat bukanlah pajak untuk menjamin penerimaan negara. Sebab,
distribusi hasil pengumpulan zakat harta diberikan kepada delapan kelompok
sasaran (asnaf) sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah At-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Wakil ketua umum Badan Amil Zakat Nasional,
Zainul Bahar Noor mengatakan potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 triliun. Namun dari total dana ZIS
yang terhimpun hingga agustus 2016 (total Rp 3,65 triliun), baru 15 persen yang
disalurkan untuk program ekonomi. Jika potensi zakat yang mencapai angka Rp 217
triliun tersebut dapat direalisasikan, atau minimal potensi zakat individu yang
mencapai angka Rp 83 triliun dapat diaktualisasikan, maka ruang untuk membangun
bisnis umat akan terbuka lebar. Jika dana tersebut bisa tersalurkan dalam
bentuk program ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, maka kedepannya ekonomi
umat akan semakin meningkat.
Menurut Qardhawi zakat merupakan sumber dana
jaminan sosial. Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan, dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi umat.
Oleh karena itu, Qardhawi lebih tegas menyatakan, bahwa zakat tersebut dalam
konteks umat menjadi sumber dana yang sangat penting. Pengaruh dari zakat pada
aspek sosial ekonomi memberikan dampak terciptanya keamanan masyarakat dan
menghilangkan pertentangan kelas yang diakibatkan oleh ketajaman perbedaan
pendapat. Pelaksanaan zakat oleh negara menunjang terbentuknya keadaan ekonomi,
yakni peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan
serta peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat.
Sistem zakat dalam ekonomi Islam adalah
sebagai garda terdepan sistem fiskal. Zakat memiliki fungsi alokasi,
distribusi, dan sekaligus stabilisasi dalam perekonomian. Jika dikelola dengan
baik, zakat akan menjadi salah satu solusi dari sasaran akhir perekonomian
suatu negara. Yakni terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Ketika dakwah
Islamiyah semakin gencar, umat Islam semakin hari semakin memahami ajaran Islam
tentang norma ekonomi. Keinginan untuk merealisasikan ajaran Islam tentang
norma ekonomi telah tumbuh di kalangan umat Islam, tetapi ketika akan
merealisasikannya umat Islam berhadapan langsung dengan persoalan di mana
lembaga ekonomi dan keuangan yang ada tidak memakai norma-norma yang Islami, tetapi
menggunakan prinsip konvensional. Upaya untuk mengubah lembaga ekonomi dan
keuangan konvensional dengan prinsip syariah adalah sesuatu yang mustahil dan
kalaupun mungkin akan memaksa waktu yang sangat lama dan menghadapi tantangan yang
sangat berat.
Oleh karena itu, alternatif yang mungkin
diambil adalah dengan mendirikan lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan berlandaskan
sistem syariah secara mandiri terpisah dari lembaga-lembaga ekonomi dan
keuangan konvensional. Hasil pengumpulan zakat, infaq, dan sadaqah dari
masyarakat (umat islam) itu kemudian didayagunakan untuk kepentingan masyarakat
yang tidak mampu dan berhak mendapatkan bagian dari harta zakat (mustahiq).
Pendayagunaan zakat, infaq, dan sadaqah tersebut harus didasarkan pada skala
prioritas kebutuhan mustahiq. Selain itu, khusus bagi zakat harta (māl)
pendayagunaan zakat harus pula diorientasikan pada usaha-usaha yang bersifat
produktif. Hal ini terlebih-lebih dari hasil pengumpulan infaq dan shadaqah
harus lebih diorientasikan pada usaha-usaha yang bersifat produktif.
Pada intinya, pengembangan ekonomi umat dalam
Islam itu sangat mendapat perhatian lebih. Sistem ekonomi dalam islam lebih
banyak memberikan manfaat yang lebih, dibandingkan sistem ekonomi lainnya.
Islam dengan tegas menyatakan bahwasanya kegiatan ekonomi mulai dari produksi,
distribusi, dan konsumsi sudah diatur jelas dalam islam. Umat islam diharapkan
mampu memelihara sumber-sumber ekonomi dan pengembangannya, meningkatkan
kemampuan produksi dengan mengembangkan seni dan metodenya, dan hal-hal lain
yang menjadi keharusan dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi umat,
memenuhi kebutuhan yang mendasar, dan memerangi kemiskinan. Sesungguhnya
kualitas lingkungan pengembangan ekonomi umat akan terealisasi dengan terwujudnya
lingkungan yang Islami dengan segala aspek kehidupan di mana pilar-pilar
terpenting yang menopang lingkungan. Disisi lainnya, umat islam diharapkan
mengoptimalkan zakat yang mana sebagai instrument yang paling penting dan
banyak memberikan manfaat dalam stabilisasi perekonomian dan upaya
kesejahteraan pada masyarakat. Mudah-mudahan, melalui upaya penguatan sistem
ekonomi islam dan penguatan instrument zakat, dengan dilandasi semangat
keikhlasan membangun negeri, perekonomian umat dan bangsa akan kembali bangkit.
Ini adalah pekerjaan yang sulit, namun bukan pula tidak mungkin untuk
mewujudkannya. Wallahua’lam.
Komentar
Posting Komentar